Narasiriau.id-BANGKINANG KOTA – Senin, 22 September 2025 menjadi momentum bersejarah bagi Kabupaten Kampar. Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kampar bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait menggelar rapat khusus membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Masjid Paripurna.
Rapat yang berlangsung dinamis tersebut melahirkan kesepahaman: perda ini penting hadir sebagai payung hukum untuk menjadikan masjid tidak hanya sebagai pusat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan, dakwah, ekonomi umat, dan peradaban masyarakat.
Ketua Bapemperda DPRD Kampar, Habiburahman, menegaskan Ranperda ini lahir dari aspirasi umat.
“Selama ini masjid raya sudah ada di kecamatan, imam dan takmir mendapat honor, tetapi payung hukumnya belum kuat. Perda ini akan memastikan status, tata kelola, hingga kesejahteraan imam dan petugas masjid benar-benar terjamin,” ujarnya.
Sejumlah pandangan muncul dalam rapat. Bagian Hukum Pemkab menekankan materi perda harus fokus dengan teknis diatur melalui Peraturan Bupati. Kemenag Kampar menambahkan pentingnya legalitas agar tidak terjadi tumpang tindih.
Anggota Bapemperda, Zumratun, menilai Ranperda ini bukan sekadar regulasi. “Perda ini ladang amal jariyah. Setiap rupiah untuk imam dan masjid adalah tabungan akhirat,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Anggota Bapemperda DPRD Kampar Fraksi PKB, Ramli. Menurutnya, Ranperda ini selaras dengan visi-misi Bupati Ahmad Yuzar dan Wakil Bupati Misharti, “Kampar di Hati”.
“Kalau masjid bisa berperan maksimal, insyaAllah Kampar lebih berkah. Perda ini bukan hanya slogan, tapi nyata dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Ramli menambahkan, masjid harus dioptimalkan tidak hanya sebagai pusat ibadah, tapi juga pusat ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pembinaan umat.
Prof. Dr. Syafriadi, penyusun Naskah Akademik Ranperda, menekankan bahwa regulasi ini akan memberi kepastian hukum bagi pengelolaan masjid.
“Perda ini bukan sekadar administrasi, tetapi instrumen untuk mengoptimalkan fungsi masjid sebagai pusat peradaban. Jika dijalankan konsisten, masjid di Kampar bisa menjadi model pengelolaan masjid modern yang profesional namun tetap berakar pada nilai-nilai Islam,” ungkapnya.
Beberapa isu krusial ikut dibahas, di antaranya klasifikasi status masjid, tata kelola profesional, seleksi imam paripurna dengan kriteria khusus, kesejahteraan imam dan petugas, hingga kejelasan legalitas masjid. Imam paripurna bahkan diusulkan bergaji Rp4–5 juta per bulan, sementara muazin dan petugas lain sesuai UMR.
Data rapat mencatat, terdapat 21 masjid raya kecamatan di Kampar, 10 dibangun pemerintah daerah dan 11 dari swadaya masyarakat. Status Masjid Agung Al-Ihsan (Islamic Center) juga ikut dibahas apakah tetap sebagai masjid agung atau masuk kategori masjid paripurna kabupaten.
Dengan Ranperda ini, DPRD Kampar berharap masjid dapat berfungsi lebih luas, tidak hanya sebagai rumah ibadah, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat yang manfaatnya dirasakan lintas generasi.***
Posting Komentar